Senin, 26 November 2012

HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

  1. KEBERADAAN PAYUNG HUKUM LINGKUNGAN HIDUP
    DI INDONESIA DALAM PERPSEKTIF PERATURAN
    PERUNDANG-UNDANGAN

    A. SEJARAH SINGKAT HUKUM LINGKUNGAN  DI INDONESIA

Hukum lingkungan di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Namun, hukum lingkungan pada waktu itu hanya besifat pemakaian terhadap lingkungan, belum diatur tentang pengelolaan atau perlindungan terhadap lingkungan hidup. Seiring perjalanan waktu, pasca kemerdekaaan Indonesia, dan dalam rangaka  menyikapi lahirnya Deklarasi Stockholm pada tahun 1972 ( The Stockholm Declaration of 1972) perkembangan hukum lingkungan di Indonesia sangat pesat. Dari hukum yang berorientasi hanya pada pemakaian, menjadi hukum lingkungan yang berorientasi pada perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Untuk pertamakalinya, di Indonesia pasca Deklarsi Stockholm 1972, masalah lingkungan hidup dimasukan pada GBHN 1973-1978. Pada BAB III Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang menggariskan perlunya perlindungan lingkungan dalam melaksanakan pembangunan. Pada waktu inilah konsep awal RUU tentanag lingkungan hidup mulai dirumuskan oleh panitia yang dibentuk oleh pemerintah pada waktu itu yang diberi nama Panitia Nasioanal Perumus Kebjakan di Bidang Lingkungan Hidup.[1]
Setelah melalui proses yag panjang, akhirnya RUU Tentang pengelolaan Lingkungan Hidup ini disahkan menkajdi Undang-Undang, pada tanggal 25 Februari 1982. Dengan disahkannya RUU Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ini, maka Indonesia untuk pertamakalinya memiliki Undang-Undang Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang di undangakan oleh pemerintah menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang ini kemudaian disebut sebagai payung hukum (Umbrella act) bagi semua peaturan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup. Namun, dalam perjalanannya UUKPPLH ini menngalami banyak kendala, diantaranya masalah regulasi, institusional, dan politis. Banyaknya kendala yang ditemukan dalam UUKPPLH ini, maka atas dasar itulah pemerintah kemudian mengundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. UUPLH ini dalam pejalanannya ternyata juga menemukan kendala, terutama dalam hal pemberian sanksi pidana terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Sehigga UUPLH inipun akhrinya dilakukan perubahan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

  1. KEBERADAAN UUPPLH SEBAGAI PAYUNG HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk pertama kalinya di Indonesia, UUKPPLH ini telah menjadi payung hukum(Umbrella act) bagi Lingkungan Hidup di Indonesia. Menjadi umbrella act artinya kalaupun ada peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang lingkungan hidup, tidak boleh betentangan dengan UUKPPLH ini.
Namun dimasa sekarang, UUPPLH yang merupakan hasil dari beberapakali perubahan terhadap UUKPPLH tidak mampu lagi secara mutlak menjadi umbrella act  bagi hukum lingkungan di indonesia. Kalau dahulu UUKPPLH yang dinilai banyak terdapat kekurangan sehingga terjadi perubahan dapat menjadi umbrella act bagi lingkungan hidup. Menagapa UUPPLH yang telah disempurnakan terkesan tidak dapat lagi menjadi  umbrella act bagi lingkungan hidup di Indonesia ?
Menurut Prof. Dr. Emil Salim Lingkungan Hidup adalah segala benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal-hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Dari pendapat Prof. Dr. Emil Salim diatas, jelaslah bahwa cakupan dari lingkungan hidup sangatlah luas, tak terkecuali persoalan pertambangan minerak dan batubara, serta kehutanan.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan banyak sedikit telah menggeser keberadaan UUPPLH sebagai umbrella act lingkungan hidup di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara yang secara limitatif mengatur tentang ketentuan sanksi  adminstrasi dan pidana. Sedangkan UUPPLH seczra limitatif juga mengatur tentang ketentuan sanksi administrasi dan pidana. Dalam ketentuan mengenai sanksi kedua Undang-Undang ini, terdapat banyak perbedaan, misalnya dalam   Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara tidak diatur ketentuan sanksi pidana tentang akibat terhadap manusia, seperti gangguan kesehatan, luka, dan meninggal dunia. Sadangkan dalam UUPPLH secara limitatif diatur tenatang ketentuan sanksi pedana terhadap hal tersebut.
Anehnyanya lagi dalam ketetntuan sanksi adaministrasi dan pidana terdapat perbedaan yang sangat subtansial. Dalam ketentuan pidana pada Pasal 163 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara,diatur tentang pidana tambahan, yakni berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum. Sedangkan dalam ketentuan pidana UUPPLH Pasal 119 tidak diatur tentang pencaabutan izin usaha sebagi bentuk pidana tambahan. Pencabutan izin usaha dalam UUPPLH diatuur sebagai sanksi administrasi, seperti yang terdapat dalam ketentuan sanksi administrasi UUPPLH Pasal 76 ayat (2), yakni :
Sanksi administrasi terdiri atas :
a.       Teguran tertulis
b.      Paksaan pemerintah
c.       Pembekuan izin lingkungan; atau
d.      Pencabutan izin lingkungan

Izin lingkungan dan izin usaha jelas saling berkaitan, izin usaha bisa diterbitkan setelah mendapatkan izin lingkungan seperti AMDAL dan lain sebagainya.Jelaslah bahwa, dari kedua Undang-Undang ini terdapat konflik norma. Oleh karena adanya konflik  norma antara dalam   Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara dan UUPPLH, tentulah keberadaan UUPPLH sebagai payung hukum (umbrella act) lingkungan hidup di Indonesia sedikit bergeser atau tidak mutlak lagi dapat dikatakan sebagai payung hukum lingkungan. Hal ini dikarenakan beberapa persoalan lingkungan telah diatur dengan Undang-Undang tersendiri, serta terdapat pertentangan khususnya tentang ketentuan sanksi lingkungan hidup, antara UUPLH dan Undang-Undang yang berhubungan dengan lingkungan hidup lainnya, seperti dalam   Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara.
 

 C. KESIMPULAN

Indonesia untuk pertamakalinya memiliki Undang-Undang tentang lingkungan hidup yakni pada tahun 1982, dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUKPPLH). UUKPPLH ini dahulunya disebut sebagai payung hukum (umbrella act) bagi lingkungan hidup di Indonesia. Oleh kerena terdapat banyak kekurangan dalam UUKPPLH ini, khususnya pada regulasi, institusional,dan politis maka terjadi beberapa kali perubahan, hingga sekarang kita memiliki UUPPLH yang telah disempurnakan serta diharapkan tetap mampu menjadi payung hukum (umbrella act) bagi lingkungan hidup di Indonesia.
Dari uraian BAB Pembasan, dapatlah kita simpulakan bahwa keberadaan UUPPLH sebagai payung hukum (umbrella act) sudah bergeser atau tidak mutlah lagi. Ini di kerenakan adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan lingkungan hidup bertentangan dengan UUPPLH, seperti dalam   Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara. Pertentangan keduan Undang-Undang ini jelas terlihat pada ketentuan sanksi administrasi dan pidananya, serta masih banyak lagi pertentangan lainnya. Oleh karean adanya pertentagan norma ini atau konflik norma maka keberadaan UUPLLH sebagai umbrella act khususnya dalam hal penegakan hukum lingkungan dapat dikatakan tidak mutlak lagi.




 D. SARAN

Jika terjadi konflik norma, maka untuk menyelesaikannya harus kembali pada asas hukum Lex Posteriore Derogat Lex Priori ( bahwa UU yang berlaku kemudian, membatalkan undang-undang terdahulu yang mengatur materi yang sama).  Maka dari itulah mengatasi konflik norma yang terjadi antara Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara dan UUPPLH, khususnya mengenai penegakan hukum lingkungan, diharapkan kita dapat kembali pada asas hukum yang ada yakni Lex Posterior Derogat Lex Priori. Artinya, di lihat dari waktu diundangkannya kedua Undang-Undang ini, keberlaakuan UUPPLH dalam hal penegakannya dapat kembali dijadikan sebai payung hukum (umbrela act).


[1] Sukanda Husin, S,H.,LL.M. Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia. Hal : 3